Tuesday, November 18, 2014

[Review] Bintang Jindo

(Sekalipun kamu tidak ada keinginan untuk membaca buku ini, tak ada salahnya membaca postingan ini sampai akhir. Siapa tahu kamu memperoleh sesuatu yang berharga dari sini. Dare to accept my challenge, readers? B-) )

Ini penampakan bukunya, tak lama setelah sampai di tanganku, sekarang sih sudah kusampul :D

Judul: Bintang Jindo
Genre: K-Novel (dengan target pembaca pra-remaja)
Penulis: Susanti Hara
Penerbit: DAR! Mizan
Tebal buku: 132 halaman
Terbit: September 2014

“Tidak ada sesuatu yang sangat mudah, Hyo Ra. Tapi, dengan berlatih kamu sudah punya bekal. Ya, walaupun ada kesalahan, tidak akan separah seseorang yang tidak latihan sama sekali.” (hlm 102)

Hyo Ra adalah seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun yang mempunyai dua orang teman dekat, Youra dan Eun Hee. Mereka bertiga tinggal di kampung nelayan di Pulau Jindo. Di antara mereka bertiga, Hyo Ra lah yang paling sederhana dalam perilaku maupun impiannya.

Youra gemar mengunggah fotonya ke internet dan bermimpi menjadi artis terkenal, Eun Hee suka sekali ngeblog dan bercita-cita menjadi guru, sedangkan Hyo Ra? Dia hanyalah gadis kecil yang rajin menabung di celengan babi. Impiannya adalah membahagiakan kedua orangtuanya. Sangat sederhana dan biasa.

Tak ada yang dapat menyangka bahwa kesederhanaan Hyo Ra ternyata membawanya pada suatu peristiwa yang besar, sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Ya, terkadang keberuntungan hidup justru datang pada mereka yang tidak mengejarnya. Tapi keberuntungan apakah itu? Apakah keberuntungan yang diterima Hyo Ra benar-benar suatu “keberuntungan” untuknya? Rahasia apa yang selama ini disimpan Hyo Ra dibalik keceriaannya?

***
Pertama kali membuka K-Novel ini aku seperti dibawa kembali ke masa beberapa tahun yang lalu, masa dimana aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ya, buku ini memang diperuntukkan bagi pra-remaja, yaitu anak usia 8-11 tahun (info ini kuperoleh dari blog penulis, Susanti Hara). Oleh karena itu tema yang diangkat dan penyajiannya “pra-remaja banget”.

Buku ini menggunakan latar tempat yang tidak biasa, Pulau Jindo. Sebagai seseorang yang menyukai K-Pop dan K-Drama, aku belum pernah mendengar mengenai pulau ini. Ya secara, yang terkenal hanya Pulau Jeju. Ternyata Pulau Jindo, Pulau Modo dan Festival Jindo Yengdeung (Pesta Laut Jindo Terbelah) yang disebutkan di buku ini sungguh ada! (Cek tautan dari wikipedia ini.) Salut untuk penulis yang telah mampu memperkenalkan tempat baru pada para pembacanya. By the way, untuk yang belum tahu, tulisan korea di bawah judul novel ini adalah Bahasa Korea dari kata “bintang Jindo” (진도의별 = Jindoeui byeol = bintangnya Jindo).

Dari buku ini aku jadi tahu bahwa ada semacam bahasa alay-nya Korea (bahasa gaul, gitu). Ah, harusnya aku sudah menyadari sejak dulu bahwa setiap negara mempunyai bahasa slang-nya masing-masing. Yang membuatku kagum adalah, anak usia 11 tahun sudah bisa ngeblog! Olalaa~ Iya sih, di Indonesia juga sudah ada yang seperti itu. Mungkin jika semasa aku masih SD komputer sudah mudah ditemukan seperti sekarang dan internet sudah dikenal di mana-mana, aku juga akan keranjingan pada blog, kali ya? =D

Sebagai pembaca, tentunya aku melihat beberapa poin sebagai kelebihan dan kekurangan buku ini. Berikut aku sampaikan kelebihannya terlebih dahulu:

1. Jalan cerita sederhana
Jalan ceritanya yang sederhana dan permasalahan yang tidak kompleks membuat cerita ini mudah dipahami oleh pra-remaja. Dan memang seperti itu lah seharusnya, jalan cerita harus disesuaikan dengan usia pembaca. So, dear parents, berikanlah anak bacaan yang sesuai dengan usianya.

2. Nilai moral bagi anak
Buku ini bercerita tentang persahabatan, kebaikan, ketulusan dan kehangatan keluarga. Hal-hal seperti itu adalah nilai-nilai positif yang seharusnya diajarkan pada anak-anak (dalam hal ini, pra-remaja). Aku ingat semasa SD pernah membuat beberapa cerpen (dan juga suka membaca cerita) yang semua temanya tak pernah jauh dari persahabatan dan kebaikan, karena waktu itu hal-hal seperti itulah yang kuanggap berharga dalam hidupku. See? Anak-anak butuh asupan kebaikan dan pengajaran positif dari lingkungannya.

3. Ilustrasi yang menarik
Dalam buku ini terdapat beberapa gambar sebagai ilustrasi cerita yang menurutku cute. Meski segmen pembaca buku ini adalah pra-remaja, mereka masih tergolong anak-anak, dan anak-anak paling suka pada buku bergambar. Banyaknya ilustrasi di dalam buku ini pasti akan membuat pembaca tidak mudah bosan membaca halaman demi halaman. Jadi mungkin anak-anak tidak suka buku pelajaran karena buku-buku itu hanya berisi tulisan, makanya mereka bosan…membaca buku pelajaran. Well, I just thought :D


4. Suasana pantai sangat terasa
Ketika membaca buku ini, aku merasa sedang berada di sekitar pantai. Ini pertanda baik untuk penulis. Jika pembaca bisa ikut merasakan suasana cerita, berarti penulis telah berhasil membangun latar suasana dengan baik. Simple but nice, I like it.

Dan seperti yang kutulis tadi, ada juga kekurangan dalam buku ini yang harus kusampaikan demi perbaikan kualitas cerita serta kemampuan penulis, yaitu:

1. Tidak = Aniyo
Pada halaman 36 tertulis “anio” (Bahasa Korea) yang berarti “tidak” (Bahasa Indonesia). Setahuku, penulisan yang benar adalah “aniyo” bukan “anio”. Sederhana, tapi jika menyangkut masalah bahasa asing tidak boleh disepelekan. (Lagaknya udah kayak editor aja kan, aku? *tepok jidat*)

2. Kurang penjelasan
Dalam salah satu bagian cerita, disebutkan mengenai suatu penyakit yang jarang terdengar. Sayangnya, tidak ada penjelasan penyakit itu berhubungan/menyerang bagian tubuh sebelah mana. Sebagai pembaca yang childish (eh keceplosan), aku merasa anak-anak yang membacanya juga pasti kebingungan pada bagian itu. Jika menyebutkan tentang penanganannya, mengapa tidak menjelaskan pula mengenai penyakit tersebut? Tidak perlu dijelaskan secara rinci, cukup garis besarnya saja. 

3. Dalam Hangeul tidak ada huruf kapital
Pada satu bagian, diceritakan bahwa Hyo Ra dan Eun Hee menatap tidak percaya pada tulisan berhuruf kapital biru di kain spanduk berwarna putih. Maaf aku harus mengatakan ini. Semua tulisan di Korea ditulis dalam Hangeul (baca: han-gel), itu adalah tulisan/karakter non-alfabet, jadi dalam penulisan Bahasa Korea tidak mengenal huruf kecil maupun kapital. Jika semua tokoh dalam cerita ini merupakan orang Korea asli yang tinggal di Korea, tentu mereka menulis dalam Hangeul. Sehingga penuturan “huruf kapital biru” dalam cerita tersebut kurang tepat. Mungkin akan lebih pas jika kata-kata itu diganti dengan “kalimat yang ditulis dengan ukuran besar”. Kemudian ditulis versi Hangeul-nya lalu diberi penjelasan bagaimana cara membaca dalam pelafalan Bahasa Korea dan artinya dalam Bahasa Indonesia.

Masih berhubungan dengan paragraf sebelumnya. Menurutku, meski buku ini hanya bacaan untuk anak, tapi karena genrenya adalah K-Novel maka sebaiknya segala hal yang berhubungan dengan tradisi/budaya asli Korea tidak diadaptasi ke budaya Indonesia. Sebab itulah yang membedakan antara novel berlatar belakang luar negeri dengan novel yang berlatar belakang Indonesia.

***
Harapanku setelah membaca buku ini, semoga semua Sekolah Dasar di Indonesia bisa mempunyai perpustakaan dan mengoleksi buku-buku anak seperti ini. Anak-anak jaman sekarang jelas lebih membutuhkan bacaan mendidik yang sesuai dengan usia mereka daripada sinetron berbau fantasi yang tak jelas juntrungannya dan belakangan ini menjamur di stasiun televisi swasta di tanah air. Oops…I’m just saying! :p

Terakhir aku ingin menyampaikan kekagumanku pada penulis K-Novel Bintang Jindo ini, Susanti Hara, dan kepada penulis-penulis cerita anak bermutu yang lainnya. Yakinlah bahwa dedikasi kalian pada dunia pendidikan anak tidak akan sia-sia :)

Bagi orang dewasa, menulis cerita anak yang benar-benar bisa dipahami oleh anak merupakan suatu hal yang tidak mudah, lho. Butuh pemikiran seperti anak, pemikiran yang tidak kompleks, untuk bisa menyusun jalan cerita yang “anak-anak banget”. Kita mungkin bisa menulis postingan yang disukai banyak orang di blog, menulis flash fiction yang mencuri hati para pembaca, dan membangun jalan cerita novel dengan sedemikian rupa apiknya. Tapi hebat di dunia orang dewasa belum tentu hebat di depan anak-anak.

Salah seorang kenalanku yang memiliki atensi yang besar pada dunia anak, pernah berujar padaku, “Jika kamu ingin bertumbuh (mungkin maksudnya secara kualitas), libatkanlah dirimu dalam dunia anak-anak. Maka kamu akan bisa belajar banyak hal yang tak bisa kamu pelajari dalam dunia orang dewasa.”

      “Kalau Eun Hee Eonni (Kak Eun Hee) tidak suka pada Youra Eonni (Kak Youra), kenapa selalu bareng ke mana-mana?”
      “Itu karena aku selalu ingat pada keinginanku menjadi guru. Mana ada guru yang tidak suka pada orang lain. Aku ingin seperti Bu Myeong Hye. Semua murid suka pada Bu Myeong Hye.” 
(hlm 40)


2 comments: